Kali
ini, aku membawa sebuah kisah. Bukan kisah seindah senja yang mempesona. Hanya
kisah biasa, tentang seorang gadis yang sedang jatuh cinta.
Untuk
gadis itu, ‘dia’ lah poros hatinya. Pusat dari segala kisah cinta yang sedang
ditorehkan oleh waktu. Menyedihkan memang. Mengingat perasaannya tak terbalas.
Bahkan tak diinginkan.
Cintanya
bertepuk sebelah tangan. Tak ada penolakan. Kebencian dalam tatapan ‘dia’ saat
melihat gadis itu sudah menjelaskan semuanya. Bahkan teramat jelas. Hingga
terasa menyakitkan.
Gadis
itu tetap bertahan. Lelah? Pasti. Menyakitkan? Memang. Tetapi, matanya tak bisa
memandang ke arah lelaki lain. Hanya dia. Dia!
Di
tengah luka gadis itu tetap bisa tersenyum. Mengatakan bahwa semuanya baik-baik
saja. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi kamu tahu? Gadis itu berbohong.
Kebohongan besar yang menyedihkan!
Memandangnya
dari jauh. Memeluknya lewat tatapan. Karena, hanya itu yang bisa gadis itu
lakukan. Dia bahkan terlalu takut untuk mendekat. Kenapa? Karena, gadis itu tak
akan sanggup dengan tatapan ‘mengerikan’ yang ‘dia’ berikan.
2
tahun bukan waktu yang singkat ya untuk mempertahankan cinta yang bertepuk
sebelah tangan? Hati gadis itu sudah melebur bersama waktu. Bersama rindu,
luka, rasa sakit, juga air mata.
Gadis
itu juga tak mengerti apa alasannya tetap bertahan. Yang gadis itu tahu,
dirinya mencintai ‘dia’. Sesederhana itu.
Pada
suatu titik, gadis itu menyerah. Pasrah. Mengikhlaskan semuanya. Melupakan
mimpi-mimpi tentang ‘dia’ yang nyatanya tak lebih dari omong kosong belaka.
Gadis
itu menyerah bukan karena lelah. Jika, karena lelah, mungkin sudah sedari dulu
gadis itu menyerah. Ini tentang hal yang dia yakini. Sesuatu yang sulit untuk
dijelaskan.
Menyerah
tidak sama dengan melupakan bukan? Yang gadis itu lupakan adalah mimpi-mipinya
bersama ‘dia’ yang terlalu tinggi. Sampai akhir perjuangannya pun, gadis itu
tetap tak mengungkapkan perasaannya secara jelas.
Biarkan
angin yang mengabarkan cintanya untuk sang pujaan hati, begitu pikir sang gadis
naïf. Nyatanya, sampai saat ini pun cinta yang bertepuk sebelah tangan itu
masih terus berlangsung. Gadis itu masih teramat mencintai ‘dia’. Dan ‘dia’
masih tetap tak membalas perasaan sang gadis.
Suatu
hari, hati gadis itu benar-benar hancur. Hingga hampir tak bersisa. Kenapa?
Surat undangan dengan warna ungu muda itu menyakitinya. Pandangannya kabur. Air
mata meluncur tanpa aba-aba. Nyatanya, setelah sekian tahun perasaan itu masih
ada.
Perasaan
yang setengah mati berusaha dia ingkari. Nyatanya, masih ada. Tersimpan rapi di
sudut hatinya.
Di
tengah luka, gadis itu melakukan sesuatu yang menurutnya gila. Mengungkapkan
perasaan cinta. Setidaknya semua harus selesai, tak apa cintanya bertepuk
sebelah tangan. Tak apa dengan penolakan.
Kalian
tahu, apa yang ‘dia’ katakan? Setelah semua kebencian yang dia tebarkan, hanya
dua kata sebagai balasan pernyataan cinta sang gadis. Terima Kasih. Hanya itu.
Di
tengah derai air mata, gadis itu tersenyum. Setidaknya, dia sudah menuntaskan
tugasnya. Menyatakan perasaan yang dia punya.
Setidaknya
dia tahu, tak banyak gadis sekuat dirinya, yang mempertahankan cinta yang
bertepuk sebelah tangan selama bertahun-tahun lamanya. Entah gadis kuat, atau
gadis yang terlalu bodoh. Apapun itu, gadis itu tak perduli. Atau setidaknya,
mencoba tak perduli.
Nyatanya,
setelah semua hal yang menyakitkan itu terjadi, gadis itu tetap tak bisa
berpaling. Nyatanya, hanya ‘dia’.
Ironis?
Gadis itu tahu! Sang gadis hanya berharap, saat terbangun esok hari bukan lagi ‘dia’
yang ada dihati. Dan dengan sekuat tenaga juga hati dia akan berusaha melupakan
‘dia’. Gadis itu akan melakukan berbagai cara. Cukup sudah semuanya.
Kalian
tahu siapa gadis itu? Gadis itu… aku.
***
Postingan untuk GA yang diadakan oleh @NovelAddict_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar